
Di usia dini bermain merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting terpenuhi. Beberapa pakar perkembangan anak menegaskan bahwa bermain bukan sekadar sebuah hiburan, melainkan titik awal untuk anak-anak mengasah keterampilannya dan membangun imajinasi. Sehingga mereka dapat menemukan jati diri masing-masing secara natural. Begitu pentingnya bermain untuk anak usia dini, maka aktivitas menyenangkan ini jangan sampai di-skip selama proses tumbuh kembang.
Contents
Pentingnya Bermain untuk Anak Usia Dini
Lantas, seperti apa pentingnya bermain untuk anak usia dini itu? Berikut poin-poin yang perlu orangtua pahami:
Melatih Kemampuan Motorik
Saat bermain anak-anak akan berusaha bergerak dinamis. Bahkan ini juga akan terjadi pada anak-anak yang belum mahir berjalan. Bila anak antusias pada mainannya, dia akan berusaha sedemikian rupa untuk bisa menjangkau letak mainan tersebut. Entah dengan cara berjalan maupun merangkak sekalipun.
Saat itulah motorik kasarnya ikut terasah. Begitu pula ketika tangannya mengambil mainan atau mata sibuk mencari mainan lainnya yang ada di sekitarnya. Semua itu menandakan mata dan alat gerak tubuhnya sedang berkoordinasi secara normal.
Mendorong Kemampuan Kognitif agar Berkembang
Meski dinamakan bermain, namun sejatinya tidak ada permainan yang tidak melibatkan otak sama sekali. Dalam bermain, otak anak akan ikut aktif menyerap informasi di sekitarnya. Contoh, dia mulai mengenal bermacam-macam bentuk benda, warna, tekstur, dan sebagainya.
Merangsang Imajjnasi dan Kreativitas
Yang tak kalah penting, bermain efektif merangsang imajinasi dan kreativitas anak. Anak yang memiliki daya imajinasi dan kreativitas yang tinggi umumnya lebih mudah menyesuaikan diri dalam berbagai situasi yang muncul di hadapannya.
Misalnya saja, bermain dokter-dokteran. Dia memposisikan dirinya sebagai seorang dokter. Menjadikan bonekanya seolah-olah pasien yang harus diperiksa. Berpura-pura meresepkan obat dan lain sebagainya.
Mendorong Perkembangan Emosional serta Cara Bersosialisasi
Anak yang kebutuhan bermainnya terpenuhi cenderung lebih mampu mengelola emosi serta cepat beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Itu lantaran bermain memungkinkan anak berinteraksi dengan teman-temannya, memecahkan masalah sesuai kemampuan berpikir anak-anak, bernegosiasi, berbagi ide, dan bekerja sama. Dari sini juga mereka jadi tahu kapan harus membuat keputusan mengalah ataupun bertahan.
Anak di Bawah 7 Tahun Tidak Perlu Sekolah
Saking pentingnya bermain untuk anak yang masih berusia dini sampai-sampai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, Finlandia, menerapkan kebijakan anak di bawah usia 7 tahun tidak perlu sekolah.
Anak dalam rentang usia 0-7 tahun justru harus banyak bermain dengan teman sebaya dan orangtuanya. Tujuan utamanya jelas untuk menumbuhkan perasaan senang di hati anak-anak. Sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang ceria dan luwes.
Sayangnya yang terjadi di negara Indonesia justru kebalikan dari Finlandia. Begitu banyak orangtua yang ingin buru-buru menyekolahkan anaknya meski usianya masih di bawah 7 tahun. Memaksakan anak untuk lebih banyak serius belajar ketimbang bermain bersama teman-temannya. Keputusan tersebut tak lain karena sebagian orangtua takut melewatkan masa-masa golden age pada anak.
Padahal, kegiatan bermain bukan hanya sebatas bersenang-senang tanpa nilai manfaatnya sama sekali. Perlu kita pahami bahwa di dalam setiap permainan selalu terselip pembelajaran di dalamnya. Dengan kata lain, saat anak bermain justru mereka juga sambil belajar.
Contoh, bermain puzzle. Dengan nalarnya anak akan berusaha menyusun potongan-potongan gambar yang semula acak menjadi sebuah gambar yang utuh.
Akibat yang Timbul Bila Anak Kurang Bermain di Masa Kecil
Mengabaikan pentingnya bermain untuk anak kelompok usia dini dapat mendatangkan sejumlah risiko buruk terhadap fisik dan psikis anak sampai mereka dewasa. Risiko-risiko tersebut antara lain:
Obesitas dan Kelemahan Otot
Kurang bermain menyebabkan anak lebih banyak pasif ketimbang bergerak aktif. Akibatnya obesitas rentan terjadi di usia sangat muda. Otot-otot melemah sehingga berpotensi mengganggu pergerakan serta pertumbuhan tubuh sesuai usia.
Lambat Berbicara
Speech delay juga bisa terjadi karena anak jarang diajak bermain. Saat bermain, anak bukan hanya bergerak, tapi juga berbicara dan mendengar. Meski masih dalam tahap terbata-bata berbicara, tapi paling tidak anak sudah mendapat stimulus dari ucapan-ucapan dia dengar saat bermain.
Krisis Kepercayaan Diri
Anak yang kurang puas bermain di masa kecil juga berpotensi mengalami krisis kepercayaan diri. Interaksi yang minim sekali dengan orang lain membuat mereka merasa asing dengan sekelilingnya. Akibatnya mereka terbentuk menjadi pribadi yang individulis dan kurang peka.
Sulit Mengendalikan Emosi
Bermain melatih anak untuk belajar mengendalikan emosi. Seperti, tidak boleh sedih atau marah saat kalah atau tidak boleh besar kepala ketika berhasil memenangkan permainan. Mereka juga belajar bernegosiasi dengan teman bermain. Kebiasaan-kebiasaan baik ini akan berlanjut sampai besar. Tetapi tidak dengan anak yang jarang bermain sewaktu kecil. Mereka cenderung lebih sulit mengendalikan emosi bahkan cenderung egois.
Sulit Berpikir Kritis
Kurang bermain di waktu kecil juga berdampak pada kemampuan berpikir kritis. Ketika bermain, anak akan berhadapan dengan tantangan. Tantangan melatih otak mereka untuk berpikir kritis. Sebaliknya, anak yang kurang bermain justru terbiasa dalam kondisi nyaman minim tantangan. Sehingga sewaktu dihadapkan pada suatu tantangan, mereka akan kebingungan bahkan memilih cepat menyerah.
Kesimpulan
Jadi, dapat kita simpulkan bahwa pentingnya bermain untuk anak usia dini memang bukan omong kosong belaka. Banyak ahli yang menyetujuinya. Maka untuk para orangtua sering-seringlah mengajak anak bermain saat usia mereka belum mencapai 7 tahun. Lebih baik lagi jika permainan-permainan tersebut dilakukan di ruang terbuka dan melibatkan beberapa anak lainnya.
0 Comments